Harga minyak mentah dunia melonjak pada perdagangan Senin (3/2), setelah Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengenakan tarif impor kepada Kanada, Meksiko, dan China. Kebijakan ini dikhawatirkan akan mengganggu pasokan minyak. Namun, harga bisa terbatas karena permintaan bahan bakar yang rendah.
Menurut Reuters, harga minyak mentah Brent naik 62 sen atau 0,8 persen menjadi US$76,29 per barel, setelah mencapai level tertinggi US$77,3 per barel. Sementara itu, harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) juga naik US$1,44 atau 2 persen menjadi US$73,97 per barel, setelah mencapai level tertinggi lebih dari seminggu pada US$75,18 per barel.
Trump menetapkan tarif besar-besaran untuk barang-barang dari Meksiko, Kanada, dan China pada Sabtu (1/1), yang memicu perang dagang yang bisa menghambat pertumbuhan global dan memicu inflasi. Produk energi dari Kanada akan dikenakan bea masuk sebesar 10 persen, sementara impor energi dari Meksiko tetap dikenakan bea masuk sebesar 25 persen.
Analis Barclays, Amarpreet Singh, mengatakan bahwa kebijakan yang relatif lunak terhadap impor energi Kanada mungkin karena kehati-hatian. Tarif impor energi Kanada bisa lebih mengganggu pasar energi domestik daripada tarif impor Meksiko, bahkan bisa kontraproduktif terhadap tujuan Trump untuk menurunkan biaya energi.
Departemen Energi AS menyatakan bahwa Kanada dan Meksiko adalah eksportir utama minyak mentah mereka, yang menyumbang sekitar seperempat minyak yang diolah oleh kilang minyak AS menjadi bahan bakar seperti bensin dan minyak pemanas. Tarif tersebut bisa menaikkan biaya produksi kilang minyak AS dan berpotensi memaksa pemotongan produksi.
Harga bensin berjangka AS melonjak 2,6 persen menjadi US$2,1128 per galon setelah mencapai US$2,162 sebelumnya, tertinggi sejak 16 Januari. Tarif tersebut bisa menguntungkan harga minyak jangka pendek karena risiko gangguan pasokan, terutama untuk jenis yang lebih berat.
Namun, analis energi di MST Marquee, Saul Kavonic, memperkirakan harga minyak mungkin akan turun setelah kuartal berikutnya karena tarif bisa mempengaruhi permintaan dan OPEC+ mendapat tekanan lebih besar dari Trump untuk menghentikan pemotongan produksi.