Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (MenkopUKM) Teten Masduki mendorong pengembangan produk hilirisasi dari kratom. Potensi produk hilirisasi kratom sangat besar, bahkan bisa menghasilkan keuntungan hingga Rp90 juta per kilogram (Kg).
“Kita semua tahu bahwa kratom sudah diakui sebagai herbal dalam rapat kabinet. Potensinya untuk dikembangkan sebagai produk sangat besar, tidak hanya untuk industri makanan minuman (F&B), tetapi juga untuk farmasi dan kesehatan. Sayangnya, jika kita hanya menjualnya dalam bentuk bahan mentah. Sebenarnya, kita bisa mengolahnya menjadi ekstrak. Saat ini, harga ekstraknya mencapai US$6.000 per kg atau sekitar Rp90 juta dengan asumsi kurs dolar Rp15.000,” ujar Teten saat ditemui di Kantor KemenkopUKM, Selasa (17/9/2024).
Menurut Teten, teknologi untuk produksi hilirisasi tersebut tidak sulit dan tidak mahal. “Teknologinya mudah didapat dan tidak mahal. Kita akan mencari solusi bersama apakah kita akan membangun pabrik produksi bersama lagi, atau apakah mereka akan dibangun secara mandiri. Saat ini, India dan Amerika Serikat telah memanfaatkannya,” tambahnya.
Teten menjelaskan bahwa biaya pembangunan satu pabrik hilirisasi pengolahan kratom menjadi ekstrak sekitar Rp10 miliar, dengan harga alat produksi ekstraksi hanya sekitar Rp3,5 miliar. “Potensinya sangat besar. Pasar Eropa dan Amerika sangat luas. Kami ingin UMKM kami tidak hanya bergantung pada produk yang itu-itu saja. Kami ingin mengolah sumber daya alam kami, hasil perkebunan, pertanian, atau komoditas laut menjadi bahan setengah jadi untuk pasokan industri. Dari ekstrak tersebut, kita bisa menghasilkan produk seperti minuman energi, seperti Krating Daeng yang bisa dibuat dari kratom,” jelasnya.
Teten meyakinkan bahwa tanaman herbal kratom aman dan bukan termasuk dalam narkotika golongan I. Meskipun kratom sempat dilarang di Amerika Serikat, hal itu bukan karena sifat narkotika, melainkan karena adanya bakteri E. Coli.
“Kratom aman. Bahkan DEA (Drug Enforcement Administration) pernah datang ke kami. Mereka datang dari badan anti-narkoba Amerika. Meskipun kratom pernah dilarang di Amerika, itu bukan karena sifat narkotika, tetapi karena adanya bakteri E. Coli,” ucap Teten.
Teten optimis bahwa pengembangan produk hilirisasi kratom dapat dilakukan, terutama karena Koperasi Produsen Anugerah Bumi Hijau (Koprabuh) telah melakukan riset mendalam. Hal ini bisa menjadi bahan baku bagi rantai pasokan industri farmasi, makanan minuman, serta sektor lainnya.
Menurut data Kementerian Perdagangan, permintaan kratom di dunia semakin meningkat. Nilai ekspor kratom selalu tumbuh sebesar 15,92% per tahun sejak 2019. Salah satu negara tujuan ekspor utama kratom Indonesia adalah Amerika Serikat.
CEO Koperasi Koprabuh Indonesia, Yohanis Walean, menyatakan bahwa kratom merupakan produk herbal legal yang memiliki potensi besar untuk dikembangkan. “Kratom disebut sebagai Emas Hijau, dengan potensi yang lebih besar dari sawit,” ucap Yohanis.
Menanam kratom tidak sulit. “Kunci suksesnya adalah lokasi yang dekat dengan sumber air, seperti daerah aliran sungai, rawa, dan tepi danau. Pohon kratom tetap tumbuh dan bertahan meskipun terendam banjir selama tiga bulan,” tambahnya.