Kebijakan penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek, yang diatur dalam rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK) tentang Pengamanan Produk Tembakau dan Rokok Elektronik, dianggap sebagai tindakan diskriminatif pemerintah terhadap merek dagang rokok elektronik. Hal ini merupakan turunan dari Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Pelaksanaan Undang-Undang (UU) Kesehatan Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, yang perlu dikaji ulang karena berpotensi mengancam kelangsungan usaha dan hak konsumen dalam memilih rokok elektronik yang lebih rendah risiko menurut penelitian.
Praktisi Merek & Pemasaran, Yuswohady, menjelaskan bahwa merek merupakan representasi dari kualitas dan diferensiasi antara produk satu dengan yang lainnya. Dengan penyeragaman kemasan tanpa identitas merek, hal ini akan merugikan pelaku usaha dan konsumen secara langsung. Bagi pelaku usaha, bisnis mereka akan terancam karena konsumen akan cenderung membeli produk murah tanpa mempertimbangkan kualitas. Sementara itu, konsumen akan kebingungan dalam memilih produk yang berkualitas.
Menurut Yuswohady, dampak terburuk dari penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek adalah hilangnya merek dagang. Hal ini akan menyebabkan munculnya banyak produk murah di pasaran, yang membuat konsumen lebih memilih berdasarkan harga daripada kualitas. Selain itu, kehadiran produk rokok elektronik dengan harga murah juga dapat memicu produk ilegal.
Yuswohady berharap pemerintah untuk mempertimbangkan kembali kebijakan tersebut, mengingat industri rokok elektronik melibatkan banyak pihak, termasuk dalam hal pembayaran cukai yang menjadi sumber pendapatan negara. Ketua Asosiasi Retail Vape Indonesia (Arvindo), Fachmi Kurnia, juga menekankan bahwa penerapan kemasan polos akan berdampak pada industri rokok elektronik di Indonesia, terutama bagi UMKM.
Fachmi menambahkan bahwa hilangnya merek dagang akan merugikan produsen legal dan kreativitas usaha, yang akhirnya bisa melemahkan posisi industri lokal dalam persaingan di pasar. Menurut UU Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis, merek adalah tanda yang membedakan barang dan/atau jasa yang diproduksi oleh orang atau badan hukum dalam kegiatan perdagangan.
Dalam konteks ini, penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek dapat menghambat peralihan konsumen ke produk tembakau alternatif yang lebih aman. Konsumen masih kesulitan membedakan rokok elektronik legal, dan dengan kebijakan ini, akan semakin mendorong munculnya produk ilegal dengan harga murah.
ARVINDO mendesak agar pemerintah meninjau kembali aturan penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek dan melibatkan para pelaku usaha dalam diskusi. Hal ini penting untuk melindungi kesehatan masyarakat serta mempertimbangkan keberlanjutan industri dan daya saing pelaku usaha. Semoga pemerintah dapat mempertimbangkan semua masukan ini dengan bijaksana.