Petani tembakau dengan tegas menolak Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan yang mengenai penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek. Mereka menganggap aturan ini dapat berdampak negatif terhadap serapan dan harga tembakau. Sekretaris Jenderal Asosiasi Petani Tembakau Indonesia, Kusnasi Mudi, menjelaskan bahwa aturan tersebut tidak langsung berdampak pada petani, namun dapat meningkatkan peredaran rokok ilegal.
Menurut Kusnasi, produk tembakau dari petani masih dibeli oleh pabrikan untuk digunakan dalam produksi rokok, sehingga tidak ada masalah jika aturan tersebut hanya berlaku untuk kemasan rokok tanpa merek. Namun, dalam jangka panjang, aturan tersebut dapat mengganggu industri rokok legal dan berdampak pada hasil penyerapan tembakau dari petani.
Lebih dari 90% hasil tembakau petani saat ini diserap oleh industri rokok konvensional. Jika industri rokok legal terganggu, hal ini akan berdampak besar pada penyerapan tembakau dari petani. Kusnasi juga menyoroti kurangnya inovasi pemerintah terkait penggunaan tembakau untuk industri lain, sehingga stabilitas produsen rokok sangat mempengaruhi petani.
Menurut Kusnasi, tekanan yang diterima industri rokok saat ini telah dirasakan oleh petani. Beberapa pabrik tembakau bahkan tidak melakukan pembelian komoditas tembakau pada tahun ini. Hal ini menyebabkan penurunan harga jual tembakau sekitar 10% dibandingkan tahun sebelumnya.
Perlu diingat bahwa PP 28/2024 mengatur bahwa seluruh kemasan rokok di Indonesia harus memenuhi standar desain dan tulisan produk. Meskipun aturan ini bertujuan untuk kesehatan, petani tembakau merasa bahwa aturan tersebut dapat merugikan mereka secara ekonomi.
Dengan adanya penolakan dari petani tembakau, pemerintah diharapkan untuk mempertimbangkan ulang Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan tersebut agar tidak merugikan petani. Selain itu, dibutuhkan solusi yang dapat menjaga keberlangsungan industri rokok legal tanpa mengorbankan petani sebagai produsen utama tembakau di Indonesia.