Pada tahun 2015, panggung politik Indonesia menyaksikan Zul memasuki peran baru sebagai pemimpin Partai Amanat Nasional (PAN). Namun, langkahnya tidak mudah. PAN, pada saat itu, berada dalam persimpangan yang membingungkan, berlawanan arah dengan pemerintah yang sedang berkuasa. Dinamika politiknya tidak hanya terbatas pada panggung nasional, tetapi juga menghadapi gelombang tantangan internal yang membebani.
Situasi semakin rumit ketika PAN terperangkap dalam aliran politik identitas yang kuat. Hal ini tidak hanya mempengaruhi arah partai, tetapi juga menyebabkan konstituennya bingung dan terbagi. Saat panasnya Pemilu 2019 mendekati, PAN harus menghadapi kenyataan pahit: banyak dari pendukung setianya mengalihkan pandangan, meninggalkan partai yang dulu mereka anut.
Namun, Zul tidak menyerah begitu saja di tengah badai politik yang mengganas. Dengan kepemimpinan yang tegas, ia berusaha menjaga stabilitas dan keutuhan PAN, bahkan di tengah badai politik yang melanda. Strategi-strategi inovatif diterapkan untuk merangkul kembali konstituennya yang terombang-ambing dalam arus perubahan politik.
Perjalanan Zul sebagai pemimpin PAN menjadi sebuah cerminan dari kompleksitas politik Indonesia. Ia telah menunjukkan ketangguhan dan ketabahan dalam menghadapi segala tantangan yang menghadang. Meskipun terkadang terhempas oleh badai, PAN tetap tegak berdiri, dipimpin oleh sosok yang penuh dedikasi seperti Zul. Sejarah politiknya akan tetap menjadi pelajaran berharga bagi generasi mendatang.